Eutrofikasi adalah suatu proses di mana suatu tumbuhan
tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini
juga sering disebut dengan blooming. Blooming artinya mekar dengan
sangat cepat. Proses ini biasanya terjadi pada tumbuhan yang habitatnya berada
di perairan khususnya perairan air tawar seperti di danau - danau atau sungai -
sungai.
Eutrofikasi |
Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment)
air dengan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Unsur hara
yang dimaksud adalah nitrogen (N) dan fosfor (P).
Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Artificial (cultural) eutrophication terjadi apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia, sedangkan natural eutrophication jika peningkatan unsur hara diperairan disebabkan aktivitas alam (bukan aktivitas manusia) (1).
Eutrofikasi diklasifikasikan menjadi dua, yaitu artificial atau cultural eutrophication dan natural eutrophication. Artificial (cultural) eutrophication terjadi apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia, sedangkan natural eutrophication jika peningkatan unsur hara diperairan disebabkan aktivitas alam (bukan aktivitas manusia) (1).
Eutrofikasi merupakan
problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya
dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang
disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air
dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada
dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses
alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih
produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai
pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas
modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa
dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika
eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana
dikenal lewat fenomena algal bloom.
Unsur Esensial dalam Tanaman
Seperti manusia, tanaman memerlukan makanan yang
sering disebut hara tanaman. Berbeda dengan manusia yang menggunakan bahan
organik, tanamana menggunakan bahan anorganik unruk mendapatkan energi dan
pertumbuhannya.
Dengan fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon yang
ada di atmosfir yang kadarnya sangat rendah, ditambah air yang diubah menjadi
bahan organik oleh klorofil dengan bantuan sinarmatahari. Unsur yang diserap
untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman dinamakan hara tanaman. Mekanisme
perubahan unsur hara menjadi senyawa organik atau energi disebut metabolsime.
Dengan menggunakan hara, tanaman dapat memenuhi siklus
hidupnya. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan
apabila tidak terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan
terganggu atau berhenti sama sekali. Disamping itu umumnya tanaman yang
kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu
orrgan tertentu yang spesifik yang biasa disebut gejala kekahatan.
Unsur hara yang diperlukan tanaman adalah Karbon (C),
Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu),
Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan Silikon
(Si).
Unsur Na, Si, dan Co dianggap bukan unsur hara
essensial, tetapi hampir selalu terdapat dalam tanaman. Misalnya, unsur Na pada
tanaman di tanah garaman yang kadarnya relatif tinggi dan sering melebihi kadar
P (Fosfor). Silikon (Si) pada tanaman padi dianggap penting walaupun tidak di
perlukan dalam proses metabolsime tanaman. Jika tanaman padi mengandung Si yang
cukup, maka tanaman tersebut lebih segar dan tidak mudah roboh diterpa angin
sehingga seakan akan Si meningkatkan produksi tanaman.
Berdasarkan jumlah yang di perlukan tanaman, Unsur
hara di bagi menjadi dua golongan, yakni unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dan terdapat dalam jumlah yang lebih besar,
di bandingkan dengan unsur hara mikro. Davidescu (1988) mengusulkan bahwa batas
perbedaan unsur hara makro dan mikro adalah 0,02 % dan bila kurang disebut
unsur hara mikro. Ada juga unsur hara yang tidak mempunyai fungsi pada tanaman,
tetapi kadarnya cukup tinggi dalam tanaman dan tanaman yang hidup pada suatu
tanah tertentu selalu mengandung unsur hara tersebut misalnya unsur hara Al
(Almunium), Ni (Nikel) dan Fe (Besi).
Berdasarkan sumber penyerapannya, unsur hara di
pilahkan menjadi dua, yakni unsur hara yang di serap dari udara dan unsur hara
yang diserap dari tanah.
a. Diserap
dari Udara
Unsur hara yang
di serap dari udara adalah C, O, dan S, yaitu berasal dari CO2, O2,
dan SO2, Penyerapan N baik dari udara maupun dari tanah
diasimilasikan dalam proses reduksi dan aminasi. Nitrogen (N) udara diserap
dari N2 bebas lewat bakteri bintil akar dan NH3 di serap lewat
stomata tanaman.
b. Diserap
dari tanah
Penyerapan
unsur hara dilakukan oleh akar tanaman dan diambil dari kompleks jerapan tanah
ataupun dari larutan tanah berupa kation dan anion. Adapula yang dapat diserap
dalam bentuk khelat yaitu ikatan kation logam dengan senyawa organik. Dewasa
ini kebanyakan unsur hara mikro diberikan lewat daun.
MACAM-MACAM
UNSUR HARA TANAMAN DAN GEJALA BILA KEKURANGAN
Berikut pengetahuan mengenai berbagaimacam unsur hara
yang dibutuhkan oleh
Tanaman dan gejala bila kekurangan unsur hara
tersebut:
1.NITROGEN (N)
Gejala kekurangan pada tanaman, daun menguning dan
perubahan warna daun
menuju kemerahan serta lebih tua.
2.FOSFOR (P)
Setelah daun menguning dan berubah kemerahan maka daun
akan rontok.
3.KALIUM (K)
Munculnya bercak kuning pada daun dan diikuti
kekeringan daun dan kematian.
4.KALSIUM (CA)
Kerusakan sel-sel apikal pada tunas dan daun, tunas
dan daun menjadi mati
setelah gejala kekeringan.
5.MAGNESIUM (Mg)
Bercak kuning pada daun di mana gejala hampir sama
dengan kekurangan KALIUM.
6.BESI (Fe)
Menguningnya daun dimulai dari ujung daun.
7.MANGAN (Mn)
Menguningnya bagian daun diantara tulang-tulang daun.
8.BELERANG (S)
Gejala hampir sama dengan kekurangan KALIUM
9.TEMBAGA (Cu)
Ujung daun mati dan pinggirannya layu
10.SENG (Zn)
Gejala hampor sama dengan kekurangan MANGAN
11.BORON (B)
Titik tumbuh mati dan tanaman akan membentuk tunas
samping.
12.MOLIBDENUM (Mo)
Bintik-bintik kuning diantara tulang daun.
13.KARBONDIOKSIDA (CO2)
Daun tumbuh kecil dan pertumbuhan lambat
Siklus Nitrogen dan Siklus Fosfor
a. Siklus Nitrogen (N2)
Gas nitrogen
banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat
ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis
polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi
dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir.
Tumbuhan
memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit (N02- ),
dan ion nitrat (N03- ).
Beberapa
bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan
lain, misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat
bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter
sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat
anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu
menambat nitrogen.
Nitrogen yang
diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian
jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri
nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga
menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh
bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah
menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan
berulang dalam ekosistem. Lihat Gambar.
b. Siklus Fosfor
Di alam, fosfor
terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan
hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat organik
dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi
fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut
akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat
di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk
fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian
akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Lihat
Gambar
Faktor yang mempengaruhi Pengkayaan Unsur Hara dan
Eutrofikasi
Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal di
antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan.
Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani
biasanya menggunakan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama
tanaman agar tanaman tidak rusak. Akan tetapi botol - botol bekas pestisida itu
dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi.
Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh
dari area pertanian karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai -
sungai atau danau di sekitarnya.
Pada tanaman tertentu seperti lili air atau eceng
gondok, dapat menyebabkan pertumbuhannya berjalan dengan sangat cepat sehingga
inilah yang dikenal dengan nama blooming. Eutrofikasi ini jelaslah dapat
mengganggu kehidupan organisme air yang lain yang ada di dalamnya sehingga
dampak yang lebih lanjut dan kompleks ialah dapat merusak dan mengganggu
keseimbangan ekosistem perairan di daerah itu. Tumbuhan yang mengalami proses
blooming akan membutuhkan kadar akan oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya
sehingga kadar oksigen dalam perairan itu akan berkurang. Banyak plankton baik
itu fitoplankton atau zooplankton atau ikan - ikan kecil lainnya mati karena
kadar oksigen yangb tidak mencukupi. Faktor lain yang dapat menyebabkan proses
blooming adalah kadar nitrogen dalam udara. Tumbuhan yang cenderung untuk mudah
mengikat nitrogen dari udara akan tumbuh lebih cepat dari biasanya sehingga
proses Eutrofikasi dapat terjadi. Persentase disebabkan oleh faktor ini jauh
lebih kecil dibandingkan karena ulah manusia yang tidak ramah akan lingkungan
di sekitarnya.
Pada sebagian besar danau, fosfor menjadi faktor pembatas karena keberadaannya yang relatif sedikit dibandingkan dengan banyaknya organisme perairan yang membutuhkannya. Peningkatan kandungan fosfor akan mengakibatkan peningkatan produktivitas perairan.
Pada perairan laut, biasanya nitrogen yang menjadi
faktor pembatas pertumbuhan. Perairan yang miskin nitrogen tetapi masih
tersedia fosfor, beberapa jenis alga Cyanobacteria (Blue-green alga) masih dapat tumbuh karena mampu mengikat nitrogen
bebas.
Di wilayah perkotaan, sumber unsur hara berasal dari industri dan domestik. Detergen merupakan sumber utama penyebab peningkatan fosfor dalam perairan. Pada wilayah pedesaan, sumber utama penyebab meningkatnya kadar fosfor dan nitrogen berasal dari kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dalam jumlah besar (2).
Perilaku nitrogen dalam tanah berbeda dengan prilaku fosfor. Ion nitrat bermuatan negatif bersifat lebih mobile di dalam tanah sehingga jika tidak dimanfaatkan oleh tumbuhan, maka ion tersebut akan larut ke dalam air. Sebaliknya, fosfat berikatan dengan besi (Fe), kalsium (Ca) dan aluminium (Al), mengalami presipitasi yang tak larut (2).
Pengaruh eutrofikasi terhadap perairan yaitu keanekaragaman dan dominansi organisme akuatik berubah, biomassa tumbuhan dan hewan akuatik meningkat, kekeruhan meningkat, kecepatan sedimentasi meningkat dan terbentuk kondisi anoksik.
Di wilayah perkotaan, sumber unsur hara berasal dari industri dan domestik. Detergen merupakan sumber utama penyebab peningkatan fosfor dalam perairan. Pada wilayah pedesaan, sumber utama penyebab meningkatnya kadar fosfor dan nitrogen berasal dari kegiatan pertanian yang menggunakan pupuk dalam jumlah besar (2).
Perilaku nitrogen dalam tanah berbeda dengan prilaku fosfor. Ion nitrat bermuatan negatif bersifat lebih mobile di dalam tanah sehingga jika tidak dimanfaatkan oleh tumbuhan, maka ion tersebut akan larut ke dalam air. Sebaliknya, fosfat berikatan dengan besi (Fe), kalsium (Ca) dan aluminium (Al), mengalami presipitasi yang tak larut (2).
Pengaruh eutrofikasi terhadap perairan yaitu keanekaragaman dan dominansi organisme akuatik berubah, biomassa tumbuhan dan hewan akuatik meningkat, kekeruhan meningkat, kecepatan sedimentasi meningkat dan terbentuk kondisi anoksik.
Kondisi eutrofik juga sangat memungkinkan alga,
tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat
(blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang
memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau
tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng
gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang
sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi
sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas
nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa
tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem
air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.
Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika,
rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang
tidak sedikit untuk mengatasinya.
persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal
dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi
sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus.
Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas
disiplin ilmu dan lintas sektoral.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan
terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor
tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi
bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan
penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya
senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan
air.
Lalu apa solusi yang mungkin diambil? Menurut Forsberg
[2], yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol
pertumbuhan penduduk (birth control). Karena apa? Karena sejalan dengan
populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula
kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang
disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk
detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman
diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut
pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak
berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa
mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat
dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung aditif fosfat.
Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki
kesadaran lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan
rumah sehari-hari yang mencantumkan label "phosphate free" atau
"environmentally friendly".
Negara-negara maju telah menjadikan problem
eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus ditangani secara serius.
Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National
Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengoordinasi,
mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini. AS memiliki
organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh
perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen,
edukasi, dan advokasi.
Selain itu, mereka masih mempunyai American Society of
Limnology and Oceanography yang menaruh bidang kajian pada aquatic sciences
dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di bidang ini untuk mengidentifikasi
dan mencari solusi permasalahan yang diakibatkan oleh hubungan antara manusia
dengan lingkungan.
Negara-negara di kawasan Eropa juga memiliki komite
khusus dengan nama Scientific Committee on Phosphates in Europe yang
memberlakukan The Urban Waste Water Treatment Directive 91/271 yang berfungsi
untuk menangani problem fosfat dari limbah cair dan cara penanggulangannya.
Mereka juga memiliki jurnal ilmiah European Water Pollution Control, di samping
Environmental Protection Agency (EPA) yang memberlakukan peraturan dan
pengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.
Semoga artikel ini bermanfaat buat sobat...jangan lupa tinggalkan komentar sobat..